LOMBOK UTARA - Pemenuhan kebutuhan akan buah-buahan di pasar NTB saat ini masih bergantung dari pasokan impor. Meski pada beberapa komoditas lokal yang dihasilkan, sedikit banyak telah mampu merambah pasar ekspor. Bakorluh Provinsi NTB bahkan menilai produksi buah Kabupaten Lombok Utara (KLU), dalam jangka panjang akan mampu bersaing dengan buah impor, seperti apel, jeruk dan lainnya.
“Buah yang beredar di NTB saat ini kebanyakan dari luar, padahal kita punya potensi. Kita punya Mangga KLU yang sudah masuk ke Hongkong, dijual juga sampai ke Singapura. Fakta ini harusnya membuat kita bangga, bukan bangga makan Apel dari luar,” ungkap sekretaris Badan Koordinasi Penyuluh (Bakorluh) Provinsi NTB, Hj. Husnanidiyati Nurdin, MM., dalam lanjutan kunjungan kerjanya di KLU, beberapa waktu lalu.
Husnanidiyati yang lama bercokol di Badan Ketahanan Pangan (BKP) NTB ini mencoba mengintervensi paradigma masyarakat akan buah yang masuk dari luar. Ia mengungkap, beragam buah seperti apel, jeruk dan pisang yang didatangkan ke NTB lebih banyak dipetik saat masih muda. Buah-buah itu kebanyakan masak atau matang di perjalanan. Bahkan tidak jarang – seperti pisang, sebelumnya dicelup ke dalam pewarna sehingga kesan buah terlihat segar.
Menyadari potensi komoditas buah yang dimiliki oleh masyarakat KLU, Husnanidiyati menilai KLU akan dapat memutus pasar impor dalam jangka panjang. Mengingat buah-buahan yang dihasilkan KLU dikenal lebih baik dari yang lain baik dari segi kualitas dan rasa.
Hanya saja, ia menilai pengembangan dan pemasaran buah KLU masih memerlukan political will pemerintah daerah. Sebab sampai saat ini, komoditas buah, seperti Mangga, pisang, duren dan rambutan dari KLU, dikirim ke luar daerah hingga ke luar negeri dengan merk dagang daerah lain.
Selain buah, Bakorluh juga menyambut baik adanya aspirasi sejumlah kelompok yang ingin mengembangkan peternakan lebah madu. Beberapa kelompok ia sebutkan sudah meminta pendampingan anggaran untuk menambah jumlah stuf (kotak sarang lebah). Hingga pada aspek pemasaran, ia juga mengimbau agar kelompok tani lebah KLU tetap mempertahankan keaslian madu.
“Madu yang dihasilkan kelompok jangan dicampur air. Soal harga tidak masalah, sebotol bisa dijual Rp 150 ribu bahkan lebih asal dijaga kemurniannya. Kalau madu dicampur air, kami yang malu saat memasarkan ke luar daerah,” tandasnya. (ari)
“Buah yang beredar di NTB saat ini kebanyakan dari luar, padahal kita punya potensi. Kita punya Mangga KLU yang sudah masuk ke Hongkong, dijual juga sampai ke Singapura. Fakta ini harusnya membuat kita bangga, bukan bangga makan Apel dari luar,” ungkap sekretaris Badan Koordinasi Penyuluh (Bakorluh) Provinsi NTB, Hj. Husnanidiyati Nurdin, MM., dalam lanjutan kunjungan kerjanya di KLU, beberapa waktu lalu.
Husnanidiyati yang lama bercokol di Badan Ketahanan Pangan (BKP) NTB ini mencoba mengintervensi paradigma masyarakat akan buah yang masuk dari luar. Ia mengungkap, beragam buah seperti apel, jeruk dan pisang yang didatangkan ke NTB lebih banyak dipetik saat masih muda. Buah-buah itu kebanyakan masak atau matang di perjalanan. Bahkan tidak jarang – seperti pisang, sebelumnya dicelup ke dalam pewarna sehingga kesan buah terlihat segar.
Menyadari potensi komoditas buah yang dimiliki oleh masyarakat KLU, Husnanidiyati menilai KLU akan dapat memutus pasar impor dalam jangka panjang. Mengingat buah-buahan yang dihasilkan KLU dikenal lebih baik dari yang lain baik dari segi kualitas dan rasa.
Hanya saja, ia menilai pengembangan dan pemasaran buah KLU masih memerlukan political will pemerintah daerah. Sebab sampai saat ini, komoditas buah, seperti Mangga, pisang, duren dan rambutan dari KLU, dikirim ke luar daerah hingga ke luar negeri dengan merk dagang daerah lain.
Selain buah, Bakorluh juga menyambut baik adanya aspirasi sejumlah kelompok yang ingin mengembangkan peternakan lebah madu. Beberapa kelompok ia sebutkan sudah meminta pendampingan anggaran untuk menambah jumlah stuf (kotak sarang lebah). Hingga pada aspek pemasaran, ia juga mengimbau agar kelompok tani lebah KLU tetap mempertahankan keaslian madu.
“Madu yang dihasilkan kelompok jangan dicampur air. Soal harga tidak masalah, sebotol bisa dijual Rp 150 ribu bahkan lebih asal dijaga kemurniannya. Kalau madu dicampur air, kami yang malu saat memasarkan ke luar daerah,” tandasnya. (ari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar