Kamis, 28 Juni 2012

Hotel dan Restoran Disinyalir Banyak yang Belum Kantongi UKL/UPL


Lombok Utara - Keberadaan Hotel dan Restoran di Lombok Utara seolah menjadi dilema. Tak hanya mendatangkan PAD (Pendapatan Asli Daerah), catatan Bidang Pariwisata pada Dishubparkominfo sebelumnya, 500 lebih belum mengantongi izin. Seolah berlanjut problemnya, sebagian besar hotel dan restoran bahkan disinyalir belum mengantongi UPL/UKL.

Kepada wartawan, Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) KLU, melalui Kasi Penataan Lingkungan, Mujitahid Halim, Selasa (26/6), mengutarakan hingga kini tercatat hanya 50-an perusahaan yang bergerak di Hotel dan Restoran yang memiliki dokumen dimaksud. Dari angka itu dirinci, 46 sudah mengantongi dan 5 badan usaha masih dalam proses kepengurusan. Apabila dikomparasikan dengan data Dishubkominfo terkait 700-an jumlah badan usaha yang bergerak di bidang pariwisata, maka  hanya 7,2 persen dari badan usaha yang melengkapi usahanya dengan dokumen UKL/UPL.

"Dugaan kita, barangkali ada juga yang sudah mengantongi tapi belum melaporkan ke kita. Karena ada hotel dan restoran yang mengurus sebelum KLU terbentuk, masih ke Lombok Barat.  Di kita, kadang arsipnya belum masuk. Tapi secara umum, kita sinyalir masih banyak yang belum melengkapi dokumen ini," kata Mujitahid didampingi Kasubag Humas, Ridwan, S.IP.

Ia menjelaskan, dokumen UKL/UPL dibuat  pada fase perencanaan proyek sebagai kelengkapan dalam memperoleh perizinan. UKL/UPL bersifat wajib bagi usaha/kegiatan yg telah berjalan namun belum memiliki UKL/UPL. UKL-UPL dibuat untuk proyek-proyek yang dampak lingkungannya dapat diatasi, skala pengendaliannya kecil dan tidak kompleks.

Atas dasar minimnya dokumen yang masuk, menurut Mujitahid, dapat disebabkan antara lain, kurangnya koordinasi dinas terkait dalam tahap pembuatan izin yang menyertakan UKL/UPL. Dalam tahap itu, dokumen UKL/UPL akan masuk ke KLH apabila IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dan Izin perencanaannya sudah dikantongi. Semestinya kata dia, saat dua izin itu selesai di dinas terkait, maka badan usaha bersangkutan secara kontinyu menyodorkan dokumen UPL/UKLnya ke KLH KLU.

Kedua, ia melihat tingginya biaya penyusunan UKL/UPL yang selama ini dilakukan oleh konsultan mengakibatkan pemrakarsa enggan mengurus. KLH dalam proses izin ini, tak ada intervensi karena kewenangannya terbatas pada terbitnya rekomendasi.

"Tak ada PAD yang boleh ditarik oleh KLH, kita hanya mengeluarkan rekomendasi, sehingga kita hanya sebatas menyodorkan konsultan mana yang biayanya tidak mahal," ujarnya.

Atas limbah perhotelan dan restoran yang ada sejauh ini, Mujitahid mengutarakan, limbah cair yang patut diwaspadai. Spesifik ke tiga gili, bukan mustahil arah limbah menuju ke laut lepas. Sebaliknya sampah botol, sampah plastik dan sampah organik, diimbau agar oleh hotel dapat memisahkannya lebih dulu sebelum dibuang ke TPA.

Ia menambahkan, kepengurusan dokumen UKL/UPL juga diwajibkan bagi badan usaha yang sedianya akan menambah kamar (hotel). Satu kasus yang ditemukan KLH KLU, salah satu hotel yang dulunya mengajukan UKL 15 kamar, namun fakta di lapangan jumlah kamar yang dibangun melebihi itu. Pihaknya pun menyarankan, untuk mengajukan perolehan rekomendasi UKL/UPL baru. "Hotelnya kita tegur, karena pajak juga terkait dengan jumlah kamar. Kalau mereka mengajukan 15 kamar, hanya 15 kamar itu yang dibayarkan pajaknya, lainnya tidak," demikian Mujitahid. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar